Dalam ilmu HI, power dibagi menjadi dua, yaitu soft power dan hard power.
- Soft power adalah suatu tindakan yang tidak melibatkan kekerasan untuk mempengaruhi suatu actor, misalnya diplomasi atau penyebaran kebudayaan.
- Hard power adalah kebalikan dari soft power, contohnya adalah serangan militer.
- Soft power biasanya dilakukan ketika suatu masalah yang dihadapi masih dapat ditolerir sehingga dapat diselesaikan melalui diplomasi.
- Hard power baru akan dilakukan ketika soft power tidak mampu menyelesaikan masalah.
Setiap negara pada dasarnya akan selalu berjuang untuk mendapatkan power sebanyak-banyaknya, namun tidak setiap negara sanggup memperbesar powernya Karena harus berhadapan dengan suatu masalah tertentu yang menghambat mereka. Negara yang masih baru terlahir atau yang baru mengalami kekalahan perang tidak mungkin akan melakukan ekspansi power, melainkan akan menjaga status quo atau mempertahankan power mereka. Sementara bagi negara yang sudah memiliki power yang cukup akan memamerkannya ke negara lain melalui tindakan prestise.
Ada tiga unsur yang selalu melekat pada power, yaitu force, influence, dan authority.
Ada tiga unsur yang selalu melekat pada power, yaitu force, influence, dan authority.
- Force adalah tindakan yang memaksa biasanya dilakukan dengan ultimatum dan serangan militer.
- Influence adalah tindakan semacam soft power yang bertujuan mempengaruhi suatu aktor secara halus, bisa melalui diplomasi atau bantuan dana.
- Authority adalah sebuah konsep dimana negara menyerahkan dan mempercayakan sebagian Powernya kepada sebuah lembaga internasional untuk menjamin terciptanya keamanan dan stabilitas internasional
National Power atau Kekuatan Nasional adalah kapabilitas suatu negara yang dapat menentukan tingkatan power mereka dibandingka negara lain. Untuk mengukur power suatu negara dapat dilihat dari dua hal yaitu: tangible power dan intangible power.
- Tangible power adalah kapabilitas negara yang dapat diukur kuantitasnya, seperti luas wilayah, populasi penduduk, sumber daya alam, dll.
- Intangible power adalah kapabilitas negara yang hanya dapat diukur kualitasnya, popularitas pemimpin, tingkat pendidikan, risiko bencana alam, dll.
Melalui dua hal tersebut tingkatan negara dapat dibedakan menjadi negara low power, middle power, dan hard power. Tingkatan ini sangat penting untuk menentukan posisi dan potensi suatu negara dalam dunia internasional.
National Interest (Kepentingan Nasional) adalah sebuah tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai negara. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tujuan paling dasar dari negara adalah memiliki Power sebesar-besarnya. Walaupun tujuan itu dibalut dengan hal-hal manis seperti kesetaraan, kebebasan, kedamaian, tetap pada akhirnya Power-lah yang akan dikejar oleh negara. National interest dibagi menjadi dua, yaitu:
- National interest vital yang pasti akan diperjuangkan hingga suatu negara rela berperang untuk memperjuangkannya, misal: Kedaulatan wilayahnya
- National interest secondary yang untuk memperjuangkannya suatu negara masih akan diselesaikan melalui diplomasi, misal: Menjadi anggota Dewan Keamanan PBB
Foreign Policy (Politik Luar Negeri) adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara dalam rangka mencapai National Interest-nya. Foreign policy baru dapat dibentuk setelah national interest dipertimbangkan. Membalik proses ini akan berakibat buruk, yaitu foreign policy yang diambil menjadi tidak kredibel dan tidak akan dilegitimasi pihak manapun. Untuk membuat suatu foreign policy harus dapat melihat dari tiga sumber, yaitu: sumber sistemik, sumber masyarakat, dan, sumber idiosinkretik.
- Sumber sistemik adalah pertimbangan yang dibuat berdasar situasi eksternal negara.
- Sumber masyarakat adalah pertimbangan yang dibuat berdasarkan situasi internal negara.
- Sumber idiosinkretik adalah pertimbangan subyektif yang dilakukan berdasarkan kepribadian si pembuat foreign policy.
dua konsep yang berkaitan karena national interest akan menentukan foreign policy yang harus diambil suatu negara, sementara foreign policy akan membantu negara mewujudkan national interest-nya.
Diplomacy adalah cara suatu negara untuk mewujudkan National Interest-nya atau meraih Power sebesar-besarnya melalui jalan damai atau perundingan. Dengan kata lain, diplomasi adalah salah satu instrumen untuk melaksanakan Foreign Policy suatu negara. Di masa kini, diplomasi adalah pilihan paling rasional yang dapat diambil oleh negara. Hal ini disebabkan kemungkinan perang sudah sangat kecil dan memikirkan opsi perang pun rasanya sudah sangat sulit. Diplomasi pun dipilih sebagai instrumen yang paling enak untuk melakukan PLN. Namun yang banyak orang tidak ketahui adalah diplomasi terkadang hanyalah menjadi instrumen untuk menunda perang. Tidak jarang ditemui kasus seperti Korut yang terus menerus melobby AS hingga mereka tidak sadar bahwa senjata nuklit Korut sudah selesai ditanamkan.
Satu hal yang paling menentukan keberhasilan diplomasi adalah obyek yang dirundingkannya. Tidak selalu obyek perundingan membuat masing-masing negara berada di posisi tawar yang sama. Terkadang sebuah obyek diplomasi akan menempatkan salah satu negara di posisi tawar yang tinggi sementara negara lain sebaliknya. Contohnya adalah kasus Sipadan Ligitan dimana Indonesia jelas-jelas belum pernah mendaftarkan kepulauan tersebut di lembaga internasional, berbeda dengan Malaysia. Karena itu penting bagi sebuah negara untuk mengetahui dimana posisi tawarnya dalam melakukan diplomasi dan jika negara sudah sadar bahwa posisi tawarnya sama sekali tidak menguntungkan maka ia harus menentukan opsi yang lain. Dalam hal ini, posisi tawar suatu negara dapat ditentukan dengan menganalisis National Powernya.
Faktor kedua penentu keberhasilan diplomasi tentu adalah pengguna instrumen ini sendiri alias sang diplomat. Diplomat yang baik perlu memiliki kemampuan artikulasi, bahasa, dan kemampuan berpikir cepat. Selain itu, waktu dan tempat perundingan pun juga bisa berpengaruh terhadap keberhasilan diplomasi.