IBX5A43DB1EB40C4

Entri yang Diunggulkan

Politeknik APP Jakarta

Politeknik APP Jakarta (dahulu Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta ) adalah pendidikan tinggi yang berada dalam pengelolaan Pusat Pen...

Senin, 25 April 2016

Hakikat Ilmu


            Hari ini sudah banyak makhluk yang dikatakan manusia telah berjalan di muka bumi, mereka pun kemudian berkumpul membentuk kelompok atau komunitas, dari kelompok atau komunitas tersebut membentuk peradaban dan menjadi manusia yang beradab. Hal ini terjadi karena manusia diberikan kelebihan dari makhluk yang lainnya yaitu akal. Oleh karena itu, manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dan menciptakan sesuatu yang akan membantunya dalam menjalani kehidupan di muka bumi.
            Peradaban manusia terdahulu tercatat dalam sejarah sudah membuat banyak ilmu pengetahuan. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan adalah untuk membantu manusia menjawab fenomena alam, sehingga manusia dapat bertahan hidup di alam ini. Kita ketahui saat ini begitu banyak ilmu pengetahuan yang sudah kita kenal. Jika kita telisik lebih dalam mengenai ilmu pengetahuan, maka kita mengetahui ada ilmu yang melandasi berdirinya ilmu-ilmu lainnya. Ilmu yang melandasi itu adalah bahasa, matematika, logika, dan statistika.
Bahasa menjadi landasan berdirinya ilmu lain, karena ilmu selalu mendeskripsikannya dengan  menggunakan bahasa tertulis dan para ilmuwan dalam mempresentasikan ilmu pengetahuan menggunakan bahasa yang disebut bahasa verbal. Bahasa tulis bukan hanya digunakan dalam penyusunan kata-kata tetapi dalam beberapa ilmu mendeskripsikannya dengan bahasa matematika yang merupakan bahasa simbol. Penggunaan bahasa simbol terkadang digunakan pada ilmu-ilmu alam. Hal ini semua ditinjau dari sifat ilmu tersendiri yaitu tersurat dan jelas.
Logika, merupakan landasan pembangun sebuah ilmu karena logika merupakan penyusunan penalaran dari ilmu tersebut. Manusia diberikan akalnya untuk menalar objek ilmu, karena itu logika dibutuhkan untuk membentuk jalan berpikir yang dapat ditangkap oleh orang lain dengan masuk akal. Logika juga merupakan penentu untuk menilai benar atau salah suatu objek. Ada satu contoh yang dapat diberikan untuk penalaran yang benar seperti, semua jenis besi dipanaskan akan melebur,seng adalah besi, uang koin adalah besi, jadi seng dan uang koin dipanaskan, maka akan melebur. Contoh lain untuk menjelaskan penalaran yang salah seperti, Michel sedang minum air, maka Michel adalah manusia. Hal ini salah karena penarikan kesimpulannya terlalu cepat memutuskan bahwa Michel adalah manusia, terdapat kemungkinan lain bahwa michel adalah seekor hewan.  Oleh karena itu, logika menjadi dasar pembentuk ilmu karena didasari dari sifat ilmu yaitu logis.
Matematika, menjadi salah satu dasar pembangun ilmu karena dalam beberapa ilmu alam untuk menyampaikan kebenarannya menggunakan bahasa dan logika dari matematika. Matematika menjadi bahasa karena keindahan dan kesederhanaannya dalam menjelaskan kebenaran dari objek ilmu. Kali ini pasti akan timbul pertanyaan, kenapa matematika menjadi logika dalam beberapa ilmu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita kutip pernyataan J.S. Suriasumantri bahwa, ”seperti juga dengan semua faktor yang terlibat dalam kegiatan keilmuan, maka logika secara terus-menurus disempurnakan. Lambang-lambang dipergunakan dalam logika simbolis, dan logika makin lama makin bersifat matematis”[1]. Untuk memperkuat jawaban pertanyaan tersebut baiklah kita kutip pernyataan Bertrand Russell bahwa “Mereka berbeda seperti anak kecil dan orang dewasa : logika adalah masa kecil dari matematika dan matematika adalah masa dewasa dari logika”[2]. Kita juga akan menengok beberapa contoh ilmu yang menggunakan matematika sebagai bentuk penalarannya yaitu pada ilmu fisika dan kimia.
Statistika, juga termasuk dalam salah satu komponen pembangun ilmu karena ilmu dalam pengungkapan kebenarannya bersifat peluang (probabilistik). Pada pengujian ilmu dalam realitas, terdapat kemungkinan akan menemukan lebih dari satu fakta. Oleh karena itu, dibutuhkan penarikan kesimpulan dari beberapa fakta tersebut, dengan cara berpikir induktif dan hal itu dimuat dalam jalan berpikir statistika. Untuk mengetahui bagaimana cara berpikir induktif, baiklah akan diberikan sebuah contoh, kuda melahirkan, kucing melahirkan, dan anjing melahirkan, setiap yang melahirkan termasuk golongan mamalia, jadi kuda, kucing, dan anjing termasuk golongan mamalia.
Pada akhirnya ilmu-ilmu yang ada sekarang ini dibangun dari dasar ilmu bahasa, matematika, logika, dan statistika. Hal ini bukan berarti setiap ilmu, mutlak dibangun dari keempat ilmu tersebut tetapi setiap ilmu dibangun dari beberapa dasar ilmu tersebut. Setelah kita mengetahui terdapat ilmu dasar dalam membangun sebuah ilmu baru, tentunya kita tidak boleh menyelidiki sampai di sini. Terdapat hal-hal yang perlu kita ketahui lebih lanjut dari ilmu. Pertanyaan yang kita ungkapkan adalah apa sebenarnya yang menjadi latarbelakang terbentuknya ilmu? Teryata beberapa literatur mengungkap bahwa adanya tiga masalah pokok yang menjadi latarbelakang dalam pembentukan ilmu.
Tiga masalah pokok tersebut yaitu, Apakah yang ingin kita ketahui? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita? Pertanyaan ini selalu menjadi latar belakang terbentuknya ilmu-ilmu. Bahkan kita dapat mempercayai bahwa, setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi, dan axiologi dari pemikiran yang bersangkutan. Pada artikel ini akan diungkapkan ontologi, epistemologi, dan axiologi yang menjadi latarbelakang sebuah ilmu.
Ontologi,  merupakan penjelasan ilmu untuk mengetahui sampai dengan hakikatnya. Penjelasan ini selalu mengungkap pertanyaan mengenai Apakah yang ingin diketahui? Atau apakah yang menjadi bidang telaah ilmu? Untuk mengetahui yang menjadi objek telaah ilmu yaitu merupakan dunia empiris. Penjelasan mengenai dunia empiris sebagai objek telaah ilmu adalah keterikatan suatu benda terhadap ruang dan waktu. Pada ilmu yang mempelajari sifat manusia tentunya diamati dengan cara melihat tindakan dari manusia sehari-harinya, sehingga diperoleh data mengenai sifat manusia tersebut. Pada penalaahan objeknya, manusia dibantu dengan panca indera dan alat yang dikembangkannya untuk menelaah objek ilmu.
Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris :
1.     Objek-objek tertentu memiliki keserupaan satu sama lain.
Keserupaan tersebut umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang ditelaahnya dan taxonomi merupakan cabang keilmuan yang mula-mula sekali dikembangkan.
2.     Anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu.
Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Objek keilmuan selalu terikat ruang dan waktu maka akan mengalami perubahan pada waktu tertentu. Kegiatan keilmuan jelas tidak mungkin dilakukan bila objek selalu berubah-ubah tiap waktu. Hal itu disebabkan keterbatasan panca indera manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin kita menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu.
3.     Determinisme.
Kita menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama.  Determinisme dalam pengertian ilmu di sini mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala-gejala dalam penelaahan keilmuan. Sesuai dengan peranannya dala kegiatan ilmu, maka dasar statistika adalah teori peluang. Pada determinisme ini yang dimaksud adalah bahwa kejadian yang satu berpotensi mempengaruhi kejadian yang lain.
Epistemologi, merupakan segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. proses dalam keilmuan menggunakan suatu cara yang disebut metode keilmuan. Metode keilmuan ini merupakan perpaduan dari dua pola keilmuan yang ada di masa terdahulu untuk memperoleh pengetahuan yang disebut benar. Pola yang pertama adalah memakai metode kaum rasional yang selalu mengedepankan ide daripada menggunakan panca indera. Tetapi pada perjalanannya kaum rasional mengalai kesulitan untuk melakukan konsensus mengenai suatu yang benar. Oleh karena itu, setiap individu memiliki kebenarannya masing-masing dan hal ini sulit dijawab kaum rasional.
          Pola yang kedua adalah memakai metode kaum empiris yang selalu mengedepankan penglihatan objek menggunakan pancaindera. Pancaindera menjadi hal utama bagi kaum empiris untuk mengungkap kebenaran fakta dan menapikkan dunia ide. Penggunaan pola ini harus disadari bahwa panca indera kita terbatas dalam menelaah objek. Salah satu contoh, untuk melihat apa yang berada di luar angkasa ataupun benda yang sangat kecil seperti mikroba ternyata mata manusia tidak dapat melihatnya. Oleh karena itu, kaum empiris menyadari bahwa pancaindera memiliki keterbatasan dalam mengungkap sesuatu.
            Disadari bahwa keduanya mempunyai kekurangan dalam menyatakan kebenaran, maka pola kedua kaum tersebut dipadukan sehingga menciptakan metode keilmuan. Pada metode ini secara sederhana memiliki sistematika dala melakukan penalaahan objek yaitu, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, deduksi dari hipotesis, dan pengujian. Berikut akan diberikan sebuah skema kegiatan keilmuan sebagai sebuah proses.
Kegiatan Keilmuan Sebagai Sebuah Proses
 
Axiologi, selalu mengungkapkan pertanyaan Apakah kegunaan ilmu bagi kita? Mari kita menjawab pertanyaan ilmu tersebut dengan menyadari, bahwa ilmu telah banyak mengubah kehidupan. Mulai dari memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang duka menjadi beberapa fakta dari kegunaan ilmu. Membangun peradaban manusia juga disebabkan penggunaan ilmu. Kita harus ketahui bahwa ilmu bersifat netral, ilmu memiliki keterpihakan dalam penggunaannya karena manusia telah menggunakannya. Ilmu akan menjadi berbahaya jika tidak digunakan untuk kebaikan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, seorang ilmuwan haruslah bersikap netral dan mempunyai landasan moral, karena tanpa landasan moral yang kuat seorang ilmuwan akan lebih menyerupai seorang tokoh seperti frankenstein yang menciptakan momok kemanusiaan yang merupakan kutuk.
            Kita telah sampai pada akhir penulisan artikel ini yang mencoba menjelaskan beberapa ilmu dasar dalam membangun sebuah ilmu baru dan penjelasan masalah-masalah yang selalu muncul untuk membuat ilmu murni atau terapan. Masih banyak penjelasan yang belum diungkap di artikel ini, jadi banyak sisi-sisi lain dari ilmu pengetahuan yang harus diketahui. Selayaknya manusia adalah selalu berpikir untuk mengkritisi sesuatu objek dan memberikan saran, sehingga kekurangan yang terdapat dalam setiap pengetahuan dan ilmu yang telah sampai kepadanya dapat diperbaiki dan akan menjadi benar pada waktunya. Semoga pembuatan artikel ini dapat bermanfaat bagi kita sesama manusia.
Referensi :
Suriasumantri, J.S. Ilmu dalam perspektif. 2009. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.


[1] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2009), p. 22.
[2] Bertrand Russell, On the Pilosophy of Science (New York, The Bobbs-Merrill,1965), p.13.